Di Sumatra Selatan, seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia,
terdapat karya seni arsitektur yaitu Rumah Limas dan masih bisa kita
temukan sebagai rumah hunian di daerah Palembang. Rumah Limas Palembang
telah diakui sebagai Rumah Adat Tradisional Sumatera Selatan. Secara
umum arsitektur Rumah Limas Palembang, pada atapnya berbentuk menyerupai
piramida terpenggal (limasan). Keunikan rumah Limas lainnya yaitu dari bentuknya yang bertingkat-tingkat (kijing). Dindingnya berupa kayu merawan yang berbentuk papan. Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang atau cagak.
Baiklah segera kita perinci Rumah Limas Sumatra Selatan ini dari segi
arsitektur, kegunaan ruang dan makna filosofinya. Dari segi arsitektur,
bentuk rumah Rumah Limas terdiri dari bentuk ruang persegi dan persegi
panjang dengan arah hadap rumah ke timur dan barat atau dalam falsafah
disebut menghadap ke arah Matoari eedoop dan mato ari mati. Dalam pemahaman kalangan masyarakat Palembang, mato ari eedoop berarti “matahari terbit” atau secara filosofi diartikan sebagai “awal mula kehidupan manusia”. Sementara mato ari mati jika diterjemahkan secara leksikal berarti “matahari tenggelam” dan dalam artian lain bermakna sebagai tanda dari “akhir kehidupan atau kematian”.
Secara personal, sebagai pengingat siklus kehidupan manusia dari lahir
hingga mati. Jika dilihat dari tata letak ruang penandaan arah tersebut
menunjukkan adanya pembagian bangunan depan dan belakang.
Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari
jenis kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas
Palembang merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang
positif untuk kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat
mencapai ukuran 3 meter. Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua tangga
kayu dari sebelah kiri dan kanan. Bagian teras rumah biasanya
dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. Makna
filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahansupaya anak
perempuan tidak keluar rumah.
Pada bagian lantainya dibuat bertingkat-tingkat atau biasa disebut kekijing dengan menggunakan kayu jenis tembesu
yang berbentuk papan (persegi panjang) disusun secara horizontal
menurut besaran masing-masing ruang. Sementara pada dinding Rumah Limas
dibuat dari kayu jenis merawan yang berbentuk papan, dengan cara
penyusunan dan besaran yang sama dengan papan pada lantai.
Pada bangunan depan Rumah Limas Palembang terdapat Jogan, Ruang kerja, Gegajah Pada ruangan ini terdapat Amben
(Balai/tempat Musyawarah) yang terletak lebih tinggi dari lantai
ruangan (+/- 75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas
digunakan saat pemilik rumah menggelar hajatan, upacara adat, kenduri
atau pertemuan-pertemuan penting, interaksi kehidupan sosial serta
dekorasi. Sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga
show/etlege dari kekayaan pemiliki rumah.
Pangkeng Penganten, (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar
(kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan peralatan rumah tangga. Berikutnya adalah ruang Kepala
Keluarga, Pangkeng Kaputren adalah kamar anak perempuan, Pangkeng
Keputran adalah kamar anak laki-laki, Ruang Keluarga, dan Ruang Anak
Menantu. Semetara pada bagian belakang terdiri dari Dapur atau pawon,
Ruang Pelimpahan, dan Ruang Hias/Toilet. Pembagian ruang secara fisik
berfungsi batasan aktivitas yang berlangsung di rumah berdasarkan
tingkat keprivasiannya.
Secara personal, sikap pribadi masyarakat Palembang menjunjung tinggi
kehormatan laki-laki dan wanita. Dan secara sosial, menunjang citra
diri kebudayaan Palembang yaitu dengan menjunjung tinggi norma-norma
adat yang berlaku di masyarakat. Bentuk rumah yang luas merupakan
gambaran kondisi sosial budaya masyarakat Palembang yang menjunjung
tinggi sifat kebersamaan dalam bentuk gotong royong.
Namun demikian, dengan bentuk ruang dan lantai berkijing-kijing pada
rumah Limas, manandakan bahwa rumah limas memiliki tata aturan sosial
yang rapi. Tempat duduk para tetamu pada saat sedekah/kenduri seolah
sudah ditentukan berdasarkan status tamu tersebut. Para ulama, pemuka
masyarakat, saudagar duduknya pada tempat kijing yang tinggi sedangkan
yang lain menyesuaikan diri dengan kedudukannya. Apabila dilanggar maka
orang tersebut menjadi kaku, karena rasa segan/canggung ataupun rasa
takut dan malu.
Jambi adalah salah satu jalur perdagangan yang ramai di massa pra
kolonial. Sehingga pada sisi kebudayaan masyarakatnya pun banyak
terpengaruhi faktor-faktor budaya luar, seperti pengaruh dari budaya
India, Gujarat, dan Eropa. Perkambangan budaya masyakat Jambi tersbut
tercermin dari gaya ornamen dan ukiran pada Rumah Limas. Dalam hal ini,
pengaruh Islam sangat tampak pada ornamen maupun ukirannya. Hingga kini
ukiran pada atap dan dinding ruang gajah atau gegajahan tidak lagi
menampilkan bunga teratai atau hewan yang menandakan kepercayaan hindu
dan budha, telah digantikan oleh lukisan bunga dan daun sebagai simbol
utama lukisan itu. Motifnya mirip dengan Arabesque Simbar/Paku tanduk
simbar menjangan (Platycerium Coronarium).
Simbol-simbol tersebut perlahan mengantarkan pemahaman siapa pun yang
memasuki rumah Limas pada kesadaran bahwa manusia adalah ciptaan Allah
SWT dan kesadaran akan keagungan-Nya. Serta pada keberadaan utusan-Nya
demi tertatanya kehidupan di dunia dan akhirat, dan pada para khalifah
yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam. Khususnya di
Jambi dan pada umumnya di Indonesia. Rumah Adat